Jumat, 31 Desember 2010

Selamat Tahun Baru 2011

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Klungkung mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011.  
Terima kasih atas dukungan dan kerja sama dari semua pihak sepanjang tahun 2010.


Kamis, 30 Desember 2010

Drs. ANAK AGUNG GEDE OKA WISNUMURTI, M.Si DINAMIKA POLITIK LOKAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG DI KABUPATEN BADUNG


Wisnumurti menyampaian Desertasi Doktor
Denpasar, Dalam presentasi disetasi promosi Doktor yang mengambil tema Dinamika Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Kabupaten Badung  yang dilakukan di Gedung Universitas Udayana, Kamis, 30 Desember 2010, Drs. Anak Agung Gde Oka Wisnumurti yang mengambil tempat penelitian di Kabupaten Badung banyak menyoroti mengenai dinamika perubahan Demokrasi keterwakilan menjadi Demokrasi Rakyat pada Pemilihan Pemimpin di Indonesia khususnya Pemimpin Daeral (lokal). Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Propinsi Bali yang sekarang aktif didunia akademik/pendidikan menyatakan Pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung menjadi arena pergulatan kekuasaan yang tersegmentasi kedalam elektorasi kekuatan partai dominant (PDIP), kekuatan partai politik tengah (Golkar, Partai Demokrat, PIB, PNBK) dan kekuatan partai gurem. Selanjutnya segmentasi kekuatan juga terjadi pada level pemerintah dan masyarakat yang bergerak dinamis sehingga dinamika pilkada berkelanjutan bersifat fluktuatif yang terdeferensiasi pada bentuk, fungsi dan sifat kelembagaan serta ideologi pada masyarakat yakni perubahan orientasi politik dan kekuasaan yang awalnya bersifat logosentrisme ke orientasi politik multisentrisme.

Relasi Kekuatan yang mempengaruhi Dinamika Poltik Lokal dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Badung.

               Dinamika politik lokal dalam pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung melibatkan berbagai kekuatan berpengaruh yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pada level partai politik muncul kekuatan penyeimbang dengan terbentuknya partai koalisi sebagai bentuk perlawanan terhadap partai penguasa. Hasilnya kekuatan yang terbangun dari proses interaksi yang intens antara partai – partai politik berhasil mengungguli hegemoni partai penguasa (PDIP) dalam pilkada tahun 2005 di Kabupaten Badung. Selanjutnya, dinamika politik lokal yang berlangsung memunculkan kekuatan alternatif diluar kekuatan partai politik, yakni munculnya kekuatan masyarakat ekonomi dan masyarakat sipil. Berbekal modal ekonomi, kekuatan masyarakat ekonomi menjadi penyokong ongkos politik yang dikeluarkan oleh kandidat. Arena politik lokal dalam pertarungan kekuasaan mengikuti mekanisme pasar antara penawaran dan permintaan berdasarkan konsiniasi tertentu.
Konfigurasi Trisula
             Masyarakat sipil dengan kekuatan modal sosial budaya dan modal simbolik membangun relasi sosial dalam merespon dinamika politik yang terjadi sebagai gerakan emansipatori dalam melakukan perlawanan terhadap hegemoni kekuatan politik. Gerakan perlawanan ini seperti keinginan masyarakat untuk memiliki pemimpin putra Badung asli, begitupun dalam kegiatan kampanye dengan mengusung simbul – simbul tradisi dan budaya, misalnya muncul dalam proses pencalonan terpelihara hubungan patron – klien melalui aktifitas komunal dan menguatnya sedimentasi lokalitas dalam memberikan dukungan kepada pasangan calaon. Kekuatan ini secara signifikan mempengaruhi peta politik kekuasaan dalam Pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung. Kekuasaan terdeferensiasi pada tiga kekuatan utama yakni kekuatan masyarkat politik, kekuatan masyarakat ekonomi, kekuatan masyarakat sipil. Ketiga kekuatan beroperasi secara interaksional, resiprokal dan transpolitika bersimbiosis membentuk konfigurasi baru yakni munculnya kekuatan masyarakat trisula. Yakni model kekuatan masyarakat yang terbentuk dari akumulasi relasi interaksional, resiprokal dan transpolitika tiga pilar masyarakat dengan kekuatan modal politik, ekonomi dan sosial budaya menyatu dalam satu kekuatan beroperasi pada konteks desa, kala, patra.

Implikasi dan Makna Dinamika Politik Lokal Pilkada Langsung 2005 di Kabupaten Badung

               Dinamika politik lokal yang terjadi berimplikasi pada konfigurasi kelembagaan, defrensiasi kekuasaan dan sedimentasi lokalitas yakni menguatnya silidaritas lokal baik yang bersifat komunal maupun asosiasional dengan tumbuhnya kesadaran bersama sebagai bentuk gerakan emansipatori  melalui tindakan komunikatif untuk mengembangkan pola komunikasi kewargaan yang berbasis pada nilai – nilai kearifan lokal sehingga akulturasi nilai – nilai demokrasi modern yang bercirikan kebebasan, penghargaan, atau perbedaan, kesetaraan dengan nilai – nilai kearifan lokal seperti tatwamasi, paras paros sarpanaya, menyamabraya, sesana manut linggih, linggih manut sesana. Kontentasi yang berlangsung memunculkan rasa wirang, jengah, mrakpak danyuh, mepapas.
               Makna dinamika politik lokal Pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung meliputi : Kompetisi dan toleransi, emansipatori, komodifikasi politik, kepemimpinan adatif dan penguatan budaya demokrasi lokal yakni hadirnya kembali nilai – nilai kearifan lokal.

Refleksi

Para Penyanggah dan promotor dalam desertasi Promosi Doktor
               Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka ada tiga hal yang dapat direfleksikan, yakni sebagai berikut:
Pertama, dinamika pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung merupakan proses politik lokal yang memberikan pembelajaran politik yang sangat berarti bagi masyarakat di Kabupaten Badung khusunya dan  Masyarakat di indonesia pada umunya, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran politik warganegara sebagai hak yang paling mendasar dalam demokrasi.
Kedua, dinamika politik lokal dalam pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung mencakup aspek yang sangat luas meliputi aspek filosofis, yuridis dan sosiologi sehingga dalam pelaksanaanya masih menyisakan berbagai problematika pada tiga aspek tersebut. Pada tataran filosofis makna kedaulatan rakyat yang tercermin dalam demokrasi masih pada tataran prosedural menuju pada substansi demokrasi. Lemahnya pengaturan hukum dan penegakan hukum cenderung menjadi faktor pemicu terjadinya konflik sehingga kedepan kelemahan – kelemahan ini dapat segera diatasi melalui penyempurnaan aturan hukum, peningkatan pengetahuan dan pemahaman politik masyarakat, peningkatan kemampuan manajerial penyelenggara serta optimalisasi peran dan fungsi partai politik. Berubahnya arena pilkada Badung menjadi pasar bertemunya penawaran dan permintaan sangat rentan menjadi wahana praktik – praktik politik pragmatis yang dapat mereduksi hati nurani dan rentan bagi tumbuhnya praktik politik uang. Begitupun dalam kontensasi munculnya semangat wirang, jengah, mepapas dan mepalu mesti dikelola secara bijaksana melalui kesadaran multicultur dan penegakan aturan hukum, karena hal ini bisa berdampak destruktif bagi pengembangan demokrasi.
Ketiga, oleh karena Pilkada langsung sudah menjadi agenda politik lokal yang dilaksnakan setiap lima tahun sekali, maka upaya perubahan dan perbaikan dalam menata kehidupan politik lokal kearah yang substantif seharusnya terus dilakukan oleh semua pihak. Proses politik lokal dalam pilkada langsung tidak semata – mata sebagai pembiasan berdemokrasi akan tetapi dapat digunakan sebagai wahana pendalaman berdemokrasi dengan berbasis pada budaya lokal sehingga dinamika politik lokal yang terjadi dapat memberikan prospek bagi penguatan budaya demokarsi lokal.

Temuan Baru

               Berdasarkan hasil kajian terhadap penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang dapat dinyatakan sebagai temuan baru penelitian. (1). Dinamika Pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung mengalami perubahan yang berkelanjutan yang bersifat fluktuatif terhadap bentuk, fungsi dan sifat kelembagaan. (2). Ditemukan perubahan ideologi pada masyarakat yakni perubahan orientasi politik dan kekuasaan dari yang bersifat logosentrisme kearah multisentrisme. (3). Tumbuhnya kesadaran bersama sebagai tindakan komunikatif melalui pesimakraman dan pedarmaswakan serta darmawacana sebagai arena komunikasi publik untuk mewujudkan politik yang shanti (damai) dan jagadhita (sejahtera). (4). Partai Politik tidak lagi menjadi satu – satunya kekuatan berpengaruh, muncul kekuatan alternatif yakni kekuatan masyarakat ekonomi dengan modal ekonomi dan kekuatan masyarakat sipil dengan modal sosial dan simbolisyang secara signifikan mempengaruhi formasi kekuasaan. (5). Interaksi tiga kekuatan berpengaruh bersimbiosis membentuk formasi kekuatan baru, yakni masyarakat trisula. (6). Menguatnya solidaritas komunal dan sedimentasi lokalitas yang didukung kekuatan tradisi dan nilai – nilai kearifan lokal yang selama ini teralienasi dalam percaturan politik dan kekuasaan ditingkat lokal. (7). Ditemukan adanya komodifikasi politik pada dinamika pilkada langsung di Kabupaten Badung. (8). Menghasilkan kepemimpinan adatif yakni perpaduan antara nilai – nilai kepemimpinan tradisional seperti pengayoman, kharisma, dan kewibawaan serta model kpemimpinan modern yang bercirikan kecerdasan, inovasi dan progresivitas.
Promosi Doktor A.A Wisnumurti dihadapan Penyanggah
               Memadukan secara fungsional modal sosial dan simbolik antara puri (menunjuk pada tempat beroperasi nilai – nilai kekuasaan), pura (sebagai wahana berinteraksi antara pemimpin dan rakyat dalam kesetaraan yang dibingkai nilai etika, moralitas dan releguisitas), pekraman (menunjuk pada rakyat sebagai pemilik dan pendukung kekuasaan agar dapat beroperasi) dan purana (aturan, pedoman dan perarem sebagai bentuk kemauan bersama). Hal ini sejalan dengan tipologi kepemimpinan Hindu yang terkandung dalam ajaran asta brata, catur pariksa dan catur paramita. (9). Hadirnya kembali kekuatan tradisi dan nilai – nilai kearifan lokal, seperti tatwamasi, pada gelahang, segilik seguluk selunglung sabayantaka, ngalih lelintihan, darmasuaka, simakrama dan ngalap kasor, dipadukan dengan nilai – nilai demokrasi modern seperti individualisme dan kebebasan.

Simpulan

Pertama. dinamika Pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung membawa perubahan berkelanjutan yang bersifat fluktuatif pada struktur dan kultur politikmasyarakat. Secara struktural perubahan tersebut terjadi pada aspek regulasi, konfigurasi kelembagaan dan diferensiasi kekuasaan. Secara kultural terjadi perubahan orientasi sosial dan politik masyarakat yang didasarkan pada rasio subjektif sebagai upaya tindakan komunikatif. Dengan demikian penggunaan pendekatan teoritik yang bersifat ekletik yakni teori tindakan komunikatif, teori diksursus kekuasaan dan pengetahuan dan teori hegemoni dan teori modal sosial relevan dalam penelitian. Kedua, Relasi kekuatan yang mempengaruhi dinamika politik lokal dalam pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung tersegmentasi kedalam tiga kekuatan utama meliputi kekuatan masyarakat politik, masyarakat ekonomi dan masyarakat ekonomi dan masyarakat sipil. Realisasi kekuatan pada ketiganya berlangsung secara interaksional, resiprokal dan transpolitika membentuk formasi baru yakni kekuatan masyarakat trisula. Hal ini relevan dengan teori Tigapilar masyarakat yang dieklektikan dengan teori modal sosial, teori hegemoni, teori tindakan komunikatif dan teori kekuasaan dan pengetahuan. Ketiga, dinamika politik lokal dalam pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung mencerminkan dekontruksi terhadap struktur dan kultur masyarakat yang memberikan implikasi dan makna pada dinamika kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan pada masyarakat di Kabupaten Badung. Dinamika yang terjadi berimplikasi pada konfigurasi kelembagaan, deferensiasi kekuasaan dan menghadirkan kembali solidaritas komunal dan sedimentasi lokalitas. Selanjutnya makna yang ditimbulkan meliputi kompetisi dan toleransi, emansipatori, komudifikasi politik, kepemimpinan adatif dan penguatan budaya demokrasi lokal. Berkenaan dengan hal tersebut relevan dengan teori dekontruksi yang dielektikan dengan teori kekuasaan dan pengetahuan, teori modal sosial dan teori tindakan komunikatif. Akhirnya dapat dibuktikan bahwa dinamika politik lokal dalam pilkada langsung 2005 di Kabupaten Badung menunjukkan terjadinya perubahan yang berkelanjutan yang bersifat fluktuatif pada struktur dan kultur masyarakat menjadi wahana untuk menhadirkan kembali nilai – nilai kearifan lokal yang memperkuat basis demokrasi lokal.




Saran
               saran yang dapat disampaiakan terkait dengan hasil penelitian ini yakni saran untuk pengembangan pengetahuan teoritis dan saran untuk pengembangan pengetahuan praktis.

Saran untuk Pengembangan Pengetahuan Teoritis 
               Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang dinamika politik lokal utamanya dalam pelaksanaan pilkada langsung dengan menggunakan pendekatan kajian budaya. Selanjutnya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan ilmu kajian budaya yang diarahkan pada kajian – kajian dinamika politik lokal. Kepada para peneliti berikutnya disarankan untuk menggali lebih dalam lagi fenomena – fenomena politik lokal utamanya dalam melihat konflik, kekerasan struktural dan kultural dan peranan institusi lokal dalam menghambat atau mendorong dinamika kearah penguatan demokrasi lokal.

Saran untuk Pengembangan Pengetahuan Praktis

salah satu ucapan selamat dari pejabat
               Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang dinamika politik lokal khusunya dalam pilkada langsung sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan utamanya kepada DPR dan pemerintah pusat disarankan agar melakukan pengkajian ulang agar pilkada langsung sebagai bagian dari pemilu dibuatkan undang – undang secara khusus yang terpisah dari undang – undang pemerintah daerah. Selanjutnya kepada DPRD dan pemerintah daerah agar memperkuat basis budaya demokrasi lokal melalui kegiatan pendidikan politik yang berkelanjutan kepada rakyat. sedangkan kepada penyelenggara (KPUD dan Panwas) secara berkelanjutan meningkatkan kwalitas SDM, menajemen kepemiluan sehingga dapat tampil sebagai lembaga yang profesional, netral dan tanggap pada perkembangan demokrasi. selanjutnya kepada masyarkat di Kabupaten Badung khususnya dan masyarakat secara luas disarankan agar secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman politik sehingga tumbuh kesadaran politik sebagai hak politik yang paling hakiki dalam menjalin relasi kekuasaan dengan berbagai pihak. Memadukan nilai – nilai demokrasi modern dengan menggali nilai – nilai kearifan lokal yang relevan sehingga dapat memperdalam pemahaman demokrasi (deepening democracy) **dipetik dari Ringkasan Disertasi Drs. Anak Agung Gede Wisnumurti, M.Si dalam promosi Doktor yang disampaikan di Ruang Universitas Udayana, Denpasar, Kamis, 30 Desember 2010*** diedit oleh putra /Media Center KPU Klungkung/



Rabu, 29 Desember 2010

Pemilukada Jembrana, Mendoyo Kondusif

Kecamatan Mendoyo yang terdiri dari 11 desa dan terbagi dalam 111 TPS tampak siap menyambut pesta demokrasi terakbar di Jembrana. Pada hari pencoblosan, Senin, 27 Desember 2010, KPPS sudah siap melaksanakan tugas di masing-masing TPS. Antusiasme wargapun tampak, sedari pagi warga sudah berdatangan ke TPS-TPS terdekat untuk menggunakan hak pilih mereka untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah diantara empat pasangan calon yang bersaing memperebutkan kursi nomor satu di Jembrana. Dari hasil pantauan tim monitoring KPU Kabupaten Klungkung terlihat suasana yang aman dan kondusif di Kecamatan Mendoyo. Sebelum jam 11.00 Wita, TPS sudah terlihat lengang, hanya tampak beberapa warga yang masih menggunakan hak pilihnya. Selain itu banyak toko-toko ataupun perkantoran di Jembrana yang memilih untuk tutup.

Suasana pencoblosan di salah satu TPS di Mendoyo







Ketua KPU Pusat
Pemilukada kali ini juga cukup istimewa karena dipantau langsung oleh ketua KPU Pusat, Prof. Dr. H. A. Hafiz Anshary AZ, MA. Setelah memantau beberapa TPS, beliau memberikan pengarahan kepada seluruh anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Bali yang hadir didampingi oleh anggota KPU Pusat,I Gusti Putu Artha, SP, M.Si, ketua dan anggota  KPU Provinsi Bali serta Ketua KPU Kabupaten Jembrana. Menurutnya, kondisi Jembrana pada saat penyelenggaraan Pemilukada berlangsung aman. Pengarahan kemudian dilanjutkan oleh I Gusti Putu Artha. Pria berkumis asal Singaraja ini, berharap semoga tidak ada gugatan ataupun Pemilukada ulang. Ditambahkannya pula pada saat ini bukan hanya pasangan calon yang lolos sebagai peserta Pemilukada yang bisa melakukan gugatan, tetapi pasangan calon yang tidak diloloskan oleh KPU-pun bisa melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.                          


Ketua KPU Pusat memberikan pengarahan kepada anggota KPU se-Bali












Untuk sementara pasangan calon nomor urut 2, Artha-Kembang, masih mengungguli pasangan calon yang lain. Namun, sampai berita ini diturunkan, belum ada hasil perhitungan suara resmi dari KPU Kabupaten Jembrana.

TINGKATKAN KINERJA SEKRETARIAT KPU ADAKAN RAPAT STAF


Ketua dan Sekretaris KPU Klungkung sedang memberikan pengarahan
Semarapura, mengakhiri tahun 2010 dan mengawali tahun 2011 Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Klungkung adakan rapat staf  di Ruang Rapat Rabu, 29 Desember 2010. Rapat yang bertujuan untuk memberikan arahan guna peningkatan kinerja di tahun 2001 dalam memfasilitasi Komisi Pemilihan Umum merupakan terobosan agar staf secretariat PNS maupun non PNS bisa lebih proaktif dalam menjalankan tugas dan fungsi. Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris KPU Kabupaten Klungkung Drs. I Dewa Ketut Sueta Negara juga dihadiri oleh Ketua KPU Klungkung Anak Agung Gde Parwtha banyak membahas tentang pelaksanaan tugas kedepan dan bagaimana membuat suasana kerja semakin harmonis dan semangat.
               Ketua KPU dalam kesempatan tersebut memberikan wejangan agar Pegawai KPU Klungkung selain aktif untuk melaksanakan tugas harus juga bisa membawa diri diluar dan dalam kantor dan mentaati norma sosial. Pihaknya juga menghimbau nantinya seluruh jajaran yang ada di KPU bisa paham mengenai kegiatan kepemiluan termasuk peraturan – peraturan yang berlaku, maka dari itu nantinya selain mengadakan sosialisasi kemasyarakat juga akan mengadakan di dalam yaitu personil KPU Kabupaten Klungkung. Sedangkan untuk tahun 2010 sudah bisa berjalan dengan baik dan lancar semua kegiatan namun tetap harus dijaga kekompakan dan ditingkatkan disiplinnya. Agung Parwatha juga berharap kepada pengelola keuangan harus lebih proaktif untuk belajar dan selalu berpedoman pada aturan yang berlaku bahkan jangan sampai keluar pada koridor dan petunjuk teknis yang telah ditetapkan untuk menciptakan pengelolaan keungan yang bersih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan (riil).
Kasubag dan staf serius mendengarkan pengarahan ketua kpu
               Sedangkan Sekretaris KPU Klungkung Dewa Ketut Sueta Negara menyatakan unuk meningkatkan kinerja dan juga kebersamaan para staf sekretariat dan anggota direncanakan untuk membuat Arisan perbulan yang nantinya bertujuan untuk mengakrabkan diri antar pegawai dan juga keluarga masing - masing.  Saling mengabal dan dukungan keluarga sangat berpengaruh kepada pegawai dalam keberhasilan karier yang ditekuni. Jika keluarga mendukung dan harmonis maka karier pegawai tersebut pasti akan berhasil dan membuat semangat dalam melaksanakan tugas. Partisipasi dan proaktif dan juga penghargaan yang layak juga menjadi faktor penting pendukung kinerja pegawai. Dalam kesempatan itu juga disepakati untuk arisan dilaksankan setiap awal bulan. (WPS/media center kpuklk)

Senin, 27 Desember 2010

NYOBLOS PEMILUKADA JEMBRANA (27 DESEMBER 2010) DIHADIRI KETUA KPU PUSAT

Ketua KPU Hafiz Anzhari (smbr Foto:WB)
               Negara, Ajang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Jembrana dilaksanakan Senin, 27 Desember 2010. Ajang Pemilu Kada dengan 214.550 pemilih dan lima kecamatan (Mendoyo, Pekutatan, Jembrana, Negara, Melaya) serta 448 TPS ini diikuti oleh empat pasang kandidat yaitu : (1). I WAYAN DENDRA, SH, MH – I KETUT SUMANTRA, (2). I PUTU ARTHA, SE, MM – I MADE KEMBANG HARTAWAN, SE, MM, (3). I GEDE NGURAH PATRIANA KRISNA, ST, MT – I KETUT SUBANDA, S.SOS,     (4). I G M  KARTIKJAYA, SE, MM, M.AP – I GUSTI NGURAH CIPTA NEGARA, SH. 
               Pemilu kada yang mendapat perhatian khusus dari semua masyarakat ini sempat dikunjungi oleh Ketua KPU Pusat Hafiz Anshari yang didampingi oleh salah satu Anggota KPU Propinsi Bali Dewa Raka Sandhi menyatakan dirinya hadir untuk memantau pelaksanaan Pemilu Kada dan juga ingin melihat jalannya pelaksanaan pencoblosan dibeberapa TPS pada hari H. Hafiz hadir di Jembrana disambut oleh Ketua KPU Kabupaten Jembrana Putu Wahyu Dhiantara beserta jajaran Minggu, 26 Desember 2010.
               Perhelatan lima tahunan ini merupakan ajang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Jembrana pengganti paket I Gede Winasa - I Putu Artha yang telah berakhir masa jabatanya. Bupati dan Wakil Bupati terpilih nanti akan memimpin Bumi Makepung ini selama lima tahun yaitu dari tahun 2010 sampai dengan 2015 nanti. (putras/media center kpuklk)

Kamis, 23 Desember 2010

Bimbingan Teknis Kehumasan KPU Provinsi Bali

KPU Provinsi Bali mengadakan Bimbingan Teknis Kehumasan pada hari Kamis, 23 Desember 2010 yang bertempat di ruang rapat KPU Provinsi Bali. Acara ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di Sekretariat KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Bali khususnya pada sub bagian Teknis Pemilu dan Hupmas. Bimtek ini dimulai pada pukul 09.00 Wita yang dibuka oleh Sekretaris KPU Provinsi Bali, Putu Arya Gunawan, SH, dan menghadirkan nara sumber I Made Iwan Darmawan yang sudah berpengalaman 13 tahun sebagai wartawan. Acara ini diikuti oleh Kepala serta staf Sub Bagian Teknis Pemilu dan Hupmas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Bali.

Iwan Darmawan
Iwan Darmawan memaparkan teknik-teknik penulisan berita serta teknik fotografi, dan pada kesempatan ini seluruh peserta juga terjun langsung untuk mempraktikkan materi yang telah diterima. Seluruh peserta yang dibagi dalam beberapa kelompok melakukan wawancara dengan anggota, sekretaris dan staf KPU Provinsi Bali untuk kemudian dituangkan dalam sebuah berita. Setelah itu setiap kelompok mempresentasikan berita masing-masing dan kelompok lain memberikan tanggapan. Pada akhirnya Iwan Darmawan memberikan masukan-masukan terhadap setiap berita yang dibuat masing-masing kelompok.
Kegiatan diakhiri dengan penyerahan sertifikat oleh anggota KPU Provinsi Bali, Udi Prayudi dan Ayu Winariati, kepada setiap peserta serta foto bersama.

 
  
 

Rabu, 22 Desember 2010

********** "SELAMAT HARI IBU DAN NATAL" **********

sumber gambar/radioSPFM
    SEGENAP JAJARAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KLUNGKUNG MENGUCAPKAN SELAMAT HARI IBU, KITA SEBAGAI INSAN YANG LAHIR DIDUNIA TIDAK AKAN PERNAH LUPA AKAN JASA PARA IBU DENGAN KESABARAN BELIAU MELAHIRKAN DAN JUGA MERAWAT KITA SAMPAI AKHIR HAYATNYA, TRIMAKASIH IBU SEMOGA SEMUA JASAMU MENDAPAT BERKAH DARI IDA SANG HYANG WIDI WASA. 
      IBU ADALAH SEBUAH PERJUNGAN YANG TERUS MENERUS DILAKONI KARENA KODRAT, NAMUN KITA SEBAGAI INSAN YANG BERBUDI SAYANGILAH IBUMU DENGAN SEPENUH HATI, KARENA DOA DAN HARAPAN IBU MERUPAKAN SEBUAH RESTU YANG SELALU DIDENGAR DAN DIKABULKAN.
          SELAIN HARI IBU HARI UMAT KRIETEN JUGA MERAYAKAN PERAYAAN NATAL UNTUK ITU KAMI MENGUCAPKAN SELAMAT HARI NATAL DAN TAHUN BARU 2011.DENGAN SEMANGAT NATAL SEMOGA KITA SELALU DAMAI DALAM BERKAT TUHAN YANG MAHA ESA, DAN TAHUN BARU 2011 MENJADI LEBIH BAIK DARI PADA TAHUN YANG TELAH LALU, SEMOGA MENJADI RENUNGAN DI HARI SUCI.

Jika PT 7 Persen, Cuma Ada Lima Parpol di DPR

Senayan - Pengamat politik Yudi Latif sependapat dengan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Priyo Budi Santoso bahwa jika ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) meningkat menjadi 7 persen, hanya akan ada lima parpol di DPR.

"Idealnya, minimal tiga sebenarnya, tapi lima yang realistis. Kita membayangkan kalau Islam, relatif yang berbasis puritan, PKS dan lain partai Islam yang berbasis moderat. Minimal Islam dua itulah," ujar pengamat politik Yudi Latif ketika dijumpai di lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/12).


Selain partai yang berbasis Islam, ada tiga partai politik yang merupakan partai nasionalis, yaitu Golkar, Demokrat, dan PDI Perjuangan. Saat ditanya bagaimana dengan partai politik yang lainnya, baik yang kini masih berada di
DPR, maupun di luar parlemen, Yudi menggambarkan pemetaannya.

"Minimal tiga itu sudah. Mungkin Gerindra masuk ke PDI Perjuangan, kan cocok itu. Hanura biar balik lagi lah ke Golkar. Kalau partai non Islam sih, secara naluriah akan masuk ke yang nasionalis. Seperti Partai Demokrasi Kasih Bangsa, mungkin di PDI Perjuangan, Demokrat, yang lain-lain yang tidak jelas itulah. Karena kan tetap diberi ruang kan? Jadi begitu pembagiannya. Tiga partai nasionalis dan dua untuk mewadahi aspirasi masyarakat Islam," tandasnya.


Sebelumnya, salah satu Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso menyatakan bahwa Golkar akan senang jika PT 7 persen disetujui, karena penyederhanaan partai politik akan terjadi secara alamiah.


Dalam kesempatan terpisah, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq kepada
Jurnalparlemen.com mengungkapkan bahwa salah satu prioritas program PKS di tahun 2011 adalah konsolidasi internal partai dan merangkul partai-partai lainnya.


Selasa, 21 Desember 2010

PUJA WALI PURA KPU PROPINSI BALI

OM Awignam Astu Namo Sidam, OM Sidirastu Tad Astu Namo Swaha,
OM Suastiastu

Ida Pedanda muput Puja Wali di Pura KPU Bali
                    Denpasar, Bertepatan dengan Hari Purnama Sasih Kapitu, Coma Paing Wuku Langkir, Senin 20 Desember 2010, dilaksanakan upacara Puja Wali (Piodalan) di Pura Kantor Komisi Pemilihan Umum Propinsi Bali. Puja Wali yang datangnya setahun sekali ini berlangsung dengan khidmat walau dibayangi oleh hujan gerimis tidak menyurutkan umat untuk bersembahyang memuja keagungan Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta prebawanya. Tampak dalam persembahyangan Anggota KPU Propinsi Bali dan Sekretariat sangat antusias dan penuh keiklasan untuk mencakupkan tangan ngaturang bakti kepada Beliau agar diberikan keselamatan, kerahayuan, kerahajengan dalam menjalankan tugas dan keseharian (sida sidaning don/apa yang menjadi tujuan bisa tercapai). Puja Wali atau Piodalan merupakan bagian dari Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya, persembahan suci kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dan Para Dewa sinar suci Beliau.
                    Puja Wali yang dimulai sejak pagi ini juga dihadiri oleh Anggota dan Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten /Kota se Bali dengan melaksanakan persembahyangan bersama. Setelah Prosesi Ngaturang Piodalan selesai dilanjutkan dengan nunas lungsuran bersama agar nilai kekeluargaan, kekerabatan dan harmonisasi diantara KPU Propinsi Bali, KPU Kabupaten/Kota bisa terjalin baik dan saling mendukung dalam menjalankan tugas nantinya.(Media center KPU Klk)

OM Sriyam Bawantu, Sukam Bawantu, Purnam Bawantu, Ksama Sampurna ya Nama Swaha, OM Santih, Santih, Santih, OM

RUU Penyelenggaraan Pemilu


Aturan Anggota Parpol Tak Boleh Jadi Anggota KPU Harus Dipertahankan  

Jakarta - Mantan anggota KPU Ramlan Surbakti tidak sependapat jika DPR mengusulkan anggota parpol bisa menjadi anggota KPU dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu. Menurutnya aturan yang lama tidak usah diubah lagi, melainkan hanya persyaratan, kemampuan dan seleksinya saja.

"Sebenarnya aturan sekarang kan sudah jelas bahwa warga negara yang menjadi anggota partai tidak boleh menjadi anggota KPU atau kalau pernah menjadi anggota partai dia harus sudah mundur 5 tahun sebelumnya," ujar Ramlan.

Ramlan mengatakan itu usai Workshop FPD bertajuk 'Menata Kembali UU Politik Menuju Pemilu 2014' di Hotel Twin Plaza, Jl S Parman, Jakarta Barat, Sabtu (18/12/2010).

Menurut Ramlan, salah satu peraturan yang perlu diubah adalah seleksi calon anggota KPU. Dalam seleksi itu, tim jangan membuka secara umum namun harus mencari melalui organisai.

Setelah dicari melalui organisasi, lanjut Ramlan, tim melakukan proses interview dan berbagai macam tes. Sehingga dari tes itu dapat diketahui kemampuan dan independensi calon.

Ramlan menegaskan, independensi anggota KPU mau pun institusinya harus jelas. Hal itu merupakan kepentingan semua pihak baik kepentingan peserta pemilu mau pun kepentingan pemilih.

"Independensi itu kepentingan bangsa yang harus terus dipelihara," kata Ramlan.

(sumber: detikNews)

Jumat, 10 Desember 2010

PENYAMPAIAN VISI, MISI DAN PROGRAM PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI JEMBRANA

Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jembrana
      Negara, Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Jembrana yang hari Pemungutan Suaranya jatuh pada hari Senin, 27 Desember 2010 memasuki masa penyampaian Visi, Misi dan Program Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Jumat, 10/12/2010. Penyampaian Visi, Misi dan Program dilaksanakan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jembaran dengan masing masing calon mengutaran keunggulan dan program kerakyatan.
      Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Calon Bupati dan Wakil Bupati) yang mengikuti Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Jembaran sebanyak 4 (empat) Pasangan Calon yaitu : (1). I WAYAN DENDRA, SH, MH – I KETUT SUMANTRA, (2). I PUTU ARTHA, SE, MM – I MADE KEMBANG HARTAWAN, SE, MM, (3). I GEDE NGURAH PATRIANA KRISNA, ST, MT – I KETUT SUBANDA, S.SOS,     (4). I G M  KARTIKJAYA, SE, MM, M.AP – I GUSTI NGURAH CIPTA NEGARA, SH.

      Keempat pasangan calon ini akan menarik simpati masyarakat Gumi Makepung Jembrana nantinya 27 Desember 2010 untuk mendapat dukungan sehingga bisa menduduki orang nomor 1 (satu) di Kabupaten paling barat Pulau Bali. Kabupaten yang merupakan perbatasan antara Pulau Jawa dengan Bali diselat Bali mempunyai Pelabuhan Gilimanuk yang sangat  ramai penyebarangan Kapal Fery.   
Contoh Surat Suara Pemilukada Jembrana
      Selain penyebarangan Jembrana juga mempunyai potensi Hutan Lindung dan pelaksanaan pemerintahan yang selalu menjadi contoh oleh Kabupaten/kota lain di Indonesia. Berbagai penghargaan juga pernah diraih dan terobosan – terobosan juga sempat dijalankan untuk kepentingan rakyat. Banyak kalangan berharap nantinya kepada calon yang terpilih bisa menahkodai Kabupaten ini demi kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan siapapun yang menang Jembrana tetap damai dan saling mendukung.((sbghkm/skrtkkpuklk)
(foto diambil//info lengkap Pemilukada Jembrana, www.kpujembrana.com

Senin, 06 Desember 2010

UPACARA SUDA BUMI SELAMATKAN BALI DARI BENCANA

Mendak Tirta Pura Besakih dan Ulun Danu di Jaba Pr. Klotok
Semarapura, Dengan telah banyaknya terjadi bencana alam dan perubahan iklim yang semakin tidak menentu membuat pemerintah dan masyarakat harus ekstra waspada. Hal inilah yang membuat prihatin semua pihak dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi belakangan ini karena alam yang tidak terduga. Gunung Meletus, Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Angin Topan, Pemanasan Global, Gering Makeh, Perang, Penyakit, Salah Numadi, salah petemon, penyelewengan, Dusta, Emosi yang tidak terkontrol, unjuk rasa yang anarkis, kerusuhan, hujan dan panas yang tidak mengenal musim (sasih)   dan bencana lain yang silih berganti datangnya. Untuk hal itulah maka pemerintah Propinsi Bali dan Kabupaten/Kota se Bali mengadakan Upacara Suda Bumi yaitu upacara pembersihan skala – niskala jiwa raga dan jagat (Bumi).
                    Sesuai dengan lontar Babad Dewa Widi Sastra dan Roga Sengara Bumi dengan hal tersebut diatas patut diadakan upacara pembersihan jagat agar terjaga keseimbanganya dan umat manusia beserta isinya hidup tentram dan damai terhindar dari bencana. Keseimbangan ini selain juga diadakan upacara agama namun juga harus dibarengi kesadaran umat dalam menjaga alam semesta ini dengan menjaga Laut (segara/pasih),Sungai Hutan, Gunung, Danau, Udara, Lembah, Sawah, Tegalan beserta isisnya agar tetap lestari seperti yang disampaikan oleh pengenter Acara Dewa Soma yang juga pemerhati banten dan Upakara.
Gubernur Mangku Pastika Nunas Yasa setelah Upacara Suda Bumi
Dewa Soma juga menyebutkan Lontar Babad Dewa Widi Sastra dan Roga Sengara Bumi menyatakan bahwa upacara Suda Bumi merupakan upacara untuk menyeimbangkan alam skala dan niskala agar kita terhindar dari bencana dan juga karena bumi ini telah dianggap kotor dan perlu dibersihkan secara upakara. Suda artinya bersih/membersihkan agar manemu sidi yang artinya mapituas. Pihaknya juga menjelaskan selain dilaksanakan di Pura Watu Klotok (Segara) upacara ini juga dilaksanakan di Pura Besakih (Gunung), Ulun Danu (Danau) pada waktu bersamaan yaitu nemu Tilem Kenem setiap tahunnya dan untuk sekarang terlaksana pada Redite (minggu) Paing Wuku Dungulan Sasih Kenem (5/12/2010). 
                    Upacara yang dimulai pada pukul 10.30 Wita di Pura Watu Klotok ini di Puput oleh Ida Pedanda Putra Tembau Griya Aan, Banjarangkan diprosesi dengan Tawur, Suda Bumi, dan Mendak Tirta dari Pura Besakih dan Ulun Danu. Kedua tirta ini nantinya akan dicampur (campuh) bersama – sama dengan Tirta Pura Watu Klotok untuk dituwur oleh umat sedharma melalui desa adat masing – masing (Tirta Bumi Sudha) dan dipercikkan bersama nasi tawur di Pura Kahyangan Desa, Pura lainnya dan Mrajan (sangga) serta masyarakat Hindu se Bali. Setelah upacara di Tiga Pura suci ini umat juga melaksanakan upacara Ngenteg Hyang di Pura Kahyangan Desa dan  ngaturang upakara di mrajan sanggah, natah (halaman rumah) dan lebuh (depan pintu rumah) sesuai dengan banten atau upakara yang telah ditentukan dan dibagikan kepada umat melalui Desa Pekraman masing – masing yang dilanjutkan dengan natab sayut agar menemukan kasukertan jagat.
Ketua KPU Klungkung A.A.Gde Parwatha saat Sembahyang
                     Upacara Suda Bumi merupakan upacara yang teramat penting guna mejaga alam tetap seimbang yang menarik perhatian dari orang nomor satu di Propinsi Bali untuk hadir. Gubernur Bali Mangku Pastika didampingi Wakil Bupati Klungkung melaksanakan persembahyangan secara khusuk dibarengi oleh semua jajaran dilingkungan Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Majelis Madya se Bali. Tampak juga Umat setalah upacara nunas tirta dan tawur dengan antusiat walaupun panas matahari cukup menyengat ini bukti sebuah kesadaran untuk beryadnya dengan tulus namun juga harus dibarengi dengan kenyataan untuk berpikir, berbicara dan berbuat yang baik dalam kesehariannya terutama dalam melestarikan alam guna kelangsungan hidup semua mahluk. (Wayan Putra S, Ksbghkm/skrtkpuklk).

Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan

Masyarakat Hindu di Bali kembali merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan yang jatuh pada tanggal 8 Desember 2010 dan 18 Desember 2010. Untuk itu KPU Kabupaten Klungkung dan Sekretariat mengucapakan Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan.


Terkait dengan kedua Hari Raya tersebut kami ingin berbagi mengenai sejarah perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan yang kami kutip dari website Parisada Hindu Dharma Indonesia.


Hari Raya Galungan dan Kuningan

Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis. 

Agak sulit untuk memastikan bagaimana asal-usul Hari Raya Galungan ini. Kapan sebenarnya Galungan dirayakan pertamakali di Indonesia, terutama di Jawa dan di daerah lain khususnya di Bali. Drs. I Gusti Agung Gede Putra (mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI) memperkirakan, Galungan telah lama dirayakan umat Hindu di Indonesia sebelum hari raya itu populer dirayakan di Pulau Bali. Dugaan ini didasarkan pada lontar berbahasa Jawa Kuna yang bernama Kidung Panji Amalat Rasmi. Tetapi, kapan tepatnya Galungan itu dirayakan di luar Bali dan apakah namanya juga sama Galungan, masih belum terjawab dengan pasti.

Namun di Bali, ada sumber yang memberikan titik terang. Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Dalam lontar itu disebutkan:
Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
 Artinya:
Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka. 

Sejak itu Galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali secara meriah. Setelah Galungan ini dirayakan kurang lebih selama tiga abad, tiba-tiba — entah apa dasar pertimbangannya — pada tahun 1103 Saka perayaan hari raya itu dihentikan. Itu terjadi keti-ka Raja Sri Ekajaya memegang tampuk pemerintahan. Galungan juga belum dirayakan ketika tampuk pemerintahan dipegang Raja Sri Dhanadi. Selama Galungan tidak dirayakan, konon musibah datang tak henti-henti. Umur para pejabat kerajaan konon menjadi relatif pendek. 

Ketika Sri Dhanadi mangkat dan digantikan Raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali, setelah sempat terlupakan kurang lebih selama 23 tahun. Keterangan ini bisa dilihat pada lontar Sri Jayakasunu. Dalam lontar tersebut diceritakan bahwa Raja Sri Jayakasunu merasa heran mengapa raja dan pejabat-pejabat raja sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui penyebabnya, Raja Sri Jayakasunu mengadakan tapa brata dan samadhi di Bali yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya — artinya mendekatkan diri pada Dewa. Dewa Sraya itu dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Karena kesungguhannya melakukan tapa brata, Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik atau "bisikan religius" dari Dewi Durgha, sakti dari Dewa Siwa. Dalam pawisik itu Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Galungan. Karena itu Dewi Durgha meminta kepada Raja Sri Jayakasunu supaya kembali merayakan Galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Di samping itu disarankan pula supaya seluruh umat Hindu memasang penjor pada hari Penampahan Galungan (sehari sebelum Galungan). Disebutkan pula, inti pokok perayaan hari Penampahan Galungan adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya. Semenjak Raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan religius itu, Galungan dirayakan lagi dengan hikmat dan meriah oleh umat Hindu di Bali. 


Makna Filosofis Galungan

Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia. 

Selain itu juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad). Harus disadari bahwa hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan. 

Galungan adalah juga salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma. Dalam lontar Sunarigama, Galungan dan rincian upacaranya dijelaskan dengan mendetail. Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. 

Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan me-nangnya dharma melawan adharma.
Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan. Sebelum Galungan ada disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Kata Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan bhuana agung (bumi ini) di luar dari manusia. Sugihan Jawa dirayakan pada hari Wrhaspati Wage Wuku Sungsang, enam hari sebelum Galungan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). 

Pelaksanaan upacara ini adalah dengan membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Sedangkan pada hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang disebutkan: Kalinggania amretista raga tawulan (Oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing-masing). Karena itu Sugihan Bali disebutkan menyucikan diri sendiri. Kata bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan. 

Pada Redite Paing Wuku Dungulan diceritakan Sang Kala Tiga Wisesa turun mengganggu manusia. Karena itulah pada hari tersebut dianjurkan anyekung jñana, artinya: mendiamkan pikiran agar jangan dimasuki oleh Butha Galungan. Dalam lontar itu juga disebutkan nirmalakena (orang yang pikirannya selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Butha Galungan. 

Pada hari Senin Pon Dungulan disebut Penyajaan Galungan. Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan. Dalam lontar disebutkan, "Pangastawaning sang ngamong yoga samadhi." Pada hari Anggara Wage wuku Dungulan disebutkan Penampahan Galungan. Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut pamyakala lara melaradan. Umat kebanyakan pada hari ini menyembelih babi sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri. 

Demikian urutan upacara yang mendahului Galungan. Setelah hari raya Galungan yaitu hari Kamis Umanis wuku Dungulan disebut Manis Galungan. Pada hari ini umat mengenang betapa indahnya kemenangan dharma. Umat pada umumnya melam-piaskan kegembiraan dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan terutama panorama yang indah. Juga mengunjungi sanak saudara sambil bergembira-ria.
Hari berikutnya adalah hari Sabtu Pon Dungulan yang disebut hari Pemaridan Guru. Pada hari ini, dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirghayusaan yaitu hidup sehat panjang umur. Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata. 

Pada hari Jumat Wage Kuningan disebut hari Penampahan Kuningan. Dalam lontar Sundarigama tidak disebutkan upacara yang mesti dilangsungkan. Hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah kekotoran pikiran). Keesokan harinya, Sabtu Kliwon disebut Kuningan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dilaksana-kan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara "diceritakan" kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga). 
Demikianlah makna Galungan dan Kuningan ditinjau dari sudut pelaksanaan upacaranya. 


Macam-macam Galungan 

Meskipun Galungan itu disebut "Rerahinan Gumi" artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan Galungan Nara Mangsa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Galungan
Adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan "Buda Kliwon Dungulan ngaran Galungan." Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku Dungulan. Jadi Galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar menghitung Galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Kalau Panca Waranya Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu disebut Hari Raya Galungan. 

Galungan Nadi
Galungan yang pertama dirayakan oleh umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah Galungan Nadi yaitu Galungan yang jatuh pada sasih Kapat (Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober.
Disebutkan dalam lontar itu, bahwa pulau Bali saat dirayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka. Ini menandakan betapa meriahnya perayaan Galungan pada waktu itu. Perbedaannya dengan Galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya. Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara lebih semarak. Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran berdasarkan wuku, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping karena ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut Galungan Nadi. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali.

Galungan Nara Mangsa
Galungan Nara Mangsa jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:
"Yan Galungan nuju sasih Kapitu, Tilem Galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa ngaran."
Artinya:
Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih Kapitu, Tilem Galungannya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa namanya.

Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut:
Nihan Bhatara ring Dalem pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih Kapitu, anemu wuku Dungulan mwang tilem ring Galungan ika, tan wenang ngegalung wong Baline, Kala Rau ngaranya yan mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. Mwah yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong Baline pabanten caru ika, nasi cacahan maoran keladi, yan tan anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung, moga ta sira kapereg denira Balagadabah.
Artinya:
Inilah petunjuk Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan wuku Dungulan dan Tilem, pada hari Galungan itu, tidak boleh merayakan Galungan, Kala Rau namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya. Seyogyanya orang mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah. 

Demikianlah dua sumber pustaka lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang Galungan Nara Mangsa. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Galungan Nara Mangsa disebutkan "Dewa Mauneb bhuta turun" yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala yang hadir. Ini berarti Galungan Nara Mangsa itu adalah Galungan raksasa, pemakan daging manusia. Oleh karena itu pada hari Galungan Nara Mangsa tidak dilangsungkan upacara Galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan sesajen "tumpeng Galungan". Pada Galungan Nara Mangsa justru umat dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.

Demikian pengertian Galungan Nara Mangsa. Palaksanaan upacara Galungan di Bali biasanya diilustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan upacara agama. 


Galungan di India 

Hari raya Hindu untuk mengingatkan umat atas pertarungan antara adharma melawan dharma dilaksanakan juga oleh umat Hindu di India. Bahkan kemungkinan besar, parayaan hari raya Galungan di Indonesia mendapat inspirasi atau direkonstruksi dari perayaan upacara Wijaya Dasami di India. Ini bisa dilihat dari kata "Wijaya" (bahasa Sansekerta) yang bersinonim dengan kata "Galungan" dalam bahasa Jawa Kuna. Kedua kata itu artinya "menang". 

Hari Raya Wijaya Dasami di India disebut pula "Hari Raya Dasara". Inti perayaan Wijaya Dasami juga dilakukan sepuluh hari seperti Galungan dan Kuningan. Sebelum puncak perayaan, selama sembilan malam umat Hindu di sana melakukan upacara yang disebut Nawa Ratri (artinya sembilan malam). Upacara Nawa Ratri itu dilakukan dengan upacara persembahyangan yang sangat khusuk dipimpin oleh pendeta di rumah-rumah penduduk. Nawa Ratri lebih menekankankan nilai-nilai spiritual sebagai dasar perjuangan melawan adharma. Pada hari kesepuluh berulah dirayakan Wijaya Dasami atau Dasara. Wijaya Dasami lebih menekankan pada rasa kebersamaan, kemeriahan dan kesemarakan untuk masyarakat luas. 

Perayaan Wijaya Dasami dirayakan dua kali setahun dengan perhitungan tahun Surya. Perayaan dilakukan pada bulan Kartika (Oktober) dan bulan Waisaka (April). Perayaan Dasara pada bulan Waisaka atau April disebut pula Durgha Nawa Ratri. Durgha Nawa Ratri ini merupakan perayaan untuk kemenangan dharma melawan adharma dengan ilustrasi cerita kemenangan Dewi Parwati (Dewi Durgha) mengalahkan raksasa Durgha yang bersembunyi di dalam tubuh Mahasura yaitu lembu raksasa yang amat sakti. Karena Dewi Parwati menang, maka diberi julukan Dewi Durgha. Dewi Durgha di India dilukiskan seorang dewi yang amat cantik menunggang singa. Selain itu diyakini sebagai dewi kasih sayang dan amat sakti. Pengertian sakti di India adalah kuat, memiliki kemampuan yang tinggi. Kasih sayang sesungguhnya kasaktian yang paling tinggi nilainya. Berbeda dengan di Bali. Kata sakti sering diartikan sebagai kekuatan yang berkonotasi angker, seram, sangat menakutkan. 

Perayaan Durgha Nawa Ratri adalah perjuangan umat untuk meraih kasih sayang Tuhan. Karunia berupa kasih sayang Tuhan adalah karunia yang paling tinggi nilainya. Untuk melawan adharma pertama-tama capailah karunia Tuhan berupa kasih sayang Tuhan. Kasih sayang Tuhanlah merupakan senjata yang paling ampuh melawan adharma. 

Sedangkan upacara Wijaya Dasami pada bulan Kartika (Oktober) disebut Rama Nawa Ratri. Pada Rama Nawa Ratri pemujaan ditujukan pada Sri Rama sebagai Awatara Wisnu. Selama sembilan malam umat mengadakan kegiatan keagamaan yang lebih menekankan pada bobot spiritual untuk mendapatkan kemenangan rohani dan menguasai, keganasan hawa nafsu. Pada hari kesepuluh atau hari Dasara, umat merayakan Wijaya Dasami atau kemenangan hari kesepuluh. Pada hari ini, kota menjadi ramai. Di mana-mana, orang menjual panah sebagai lambang kenenangan. Umumnya umat membuat ogoh-ogoh berbentuk Rahwana, Kumbakarna atau Surphanaka. Ogoh-ogoh besar dan tinggi itu diarak keliling beramai-ramai. Di lapangan umum sudah disiapkan pementasan di mana sudah ada orang yang terpilih untuk memperagakan tokoh Rama, Sita, Laksmana dan Anoman. 

Puncak dari atraksi perjuangan dharma itu yakni Sri Rama melepaskan anak panah di atas panggung yang telah dipersiapkan sebelumnya. Panah itu diatur sedemikian rupa sehingga begitu ogoh-ogoh Rahwana kena panah Sri Rama, ogoh-ogoh itu langsung terbakar dan masyarakat penontonpun bersorak-sorai gembira-ria. Orang yang memperagakan diri sebagai Sri Rama, Dewi Sita, Laksmana dan Anoman mendapat penghormatan luar biasa dari masyarakat Hindu yang menghadiri atraksi keagamaan itu. Anak-anak ramai-ramai dibelikan panah-panahan untuk kebanggaan mereka mengalahkan adharma. 

Kalau kita simak makna hari raya Wijaya Dasami yang digelar dua kali setahun yaitu pada bulan April (Waisaka) dan pada bulan Oktober (Kartika) adalah dua perayaan yang bermakna untuk mendapatkan kasih sayang Tuhan. Kasih sayang itulah suatu "sakti" atau kekuatan manusia yang maha dahsyat untuk mengalahkan adharma. Sedangkan pada bulan Oktober atau Kartika pemujaan ditujukan pada Sri Rama. Sri Rama adalah Awatara Wisnu sebagai dewa Pengayoman atau pelindung dharma. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan filosofi dari hari raya Wijaya Dasami adalah mendapatkan kasih sayang dan perlindungan Tuhan. Kasih sayang dan perlindungan itulah merupakan kekuatan yang harus dicapai oleh menusia untuk memenangkan dharma. Kemenangan dharma adalah terjaminnya kehidupan yang bahagia lahir batin. 
Kemenangan lahir batin atau dharma menundukkan adharma adalah suatu kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau kebutuhan rohani seperti itu dapat kita wujudkan setiap saat maka hidup yang seperti itulah hidup yang didambakan oleh setiap orang. Agar orang tidak sampai lupa maka setiap Budha Kliwon Dungulan, umat diingatkan melalui hari raya Galungan yang berdemensi ritual dan spiritual. 

(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)

Sabtu, 04 Desember 2010

RAPAT PEMBAHASAN USULAN KEGIATAN KPU KLUNGKUNG TAHUN 2012

Suasana diskusi pembahasan usulan
                    Semarapura, Dalam mendukung pelaksanaan anggaran tahun 2012  yaitu dengan sistem pengajuan usul dari bawah ke atas (KPU Kabupaten ke KPU Pusat) yang berbeda dengan tahun - tahun lalu yang memakai sistem dari atas kebawah  Maka KPU Kabupaten Klungkung mengadakan Rapat Kerja. Rapat yang menghadirkan Ketua, Anggota, Sekretaris dan Para Kasubag di lingkungan KPU Kabupaten Klungkung bertempat di Ruang Rapat Sabtu (4/12/2010) membahas usulan pelaksanaan kegiatan di tahun 2012 sesuai Renstra yang telah ditetapkan. Pembahasan ini sangat mendesak karena di bulan ini sudah harus bisa menyusun dan mengusulkan kegiatan dan kebutuhan anggaran yang diperlukan sehingga terprogram  dengan baik sesuai kebutuhan di tingkat kabupaten. Usulan yang sudah tersusun sesuai draf dari provinsi akan segera disampaikan ke KPU Provinsi Bali untuk diperjuangkan ke pusat (KPU). 
                    Rapat kerja ini banyak membahas kebutuhan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan Tupoksi, wewenang berbasis kinerja. Program, SDM, Kesekretariatan, persiapan Pemilu, Pemilu Kada, Kerjasama Antar Lembaga, Penguatan Kelembagaan, Pemeliharaan dan Pengadaan Gedung kantor serta yang lainnya yang berhubungan dengan kepemiluan menjadi fokus dalam diskusi ini. (ksbhkm/skrtkpuklk)

SEMINAR POLITIK INTERNASIONAL INDONESIA - AUSTRALIA


Mr. Mark Lane membawakan makalah
                    Semarapura, Penggalian ilmu merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kinerja pelaksanaan kegiatan kenegaraan terutama bagi penyelenggara negara yang selalu harus melayani masyarakat berupa informasi. Untuk hal tersebut KPU Kabupaten Klungkung mengikuti Seminar Internasional Indonesia - Australia dengan Tema "Masa Depan Indonesia di Percaturan Politik Internasional (Sudut Pandang Pasca Reformasi)". Seminar yang mengahdirkan seorang Profesor dari Melbourne University Australia) Mr. Max Lane sebagai pembicara banyak mengutarakan pelaksanaan pemilihan umum dari tahun 1965 sampai saat ini dan politik bebas aktif Indonesia internasional dari tahun 1995. Max Lane juga menyinggung tentang hubungan Indonesia dengan Australia mengenai pelaksanaan kenegaraan dan hubungan bilateral pada masa Presiden Soekarno dan Soeharto. 
Peserta Seminar Internasional
                   Pihaknya juga banyak membahas sikap negara Australia terhadap HAM di Aceh, Papua dan Keluarnya Timor - Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan desakan dari masyarakat negara tersebut. "Negara Australia mendukung penuh kedaulatan Negara Republik Indonesia dan integrasi Timor - Timur (Timor Leste) namun karena desakan dan unjuk rasa terus menerus dari rakyat/publik Australia untuk mengadakan referendum  maka pemerintah harus ikut kehendak rakyat" celetuk Max yang menimbulkan protes dari audien yang hadir. 
staf KPU Klungkung serius ikuti seminar
                    Pertemuan ilmiah ini yang diselenggarakan oleh LP2M Universitas Mahendradatta Klungkung ini dihadiri oleh mahasiswa dan instansi terkait ini mengambil tempat di SMK Yapparindo Klungkung, Jumat (3/12/2010) diakhiri dengan pembagian sertifikat. Untuk KPU Kabupaten Klungkung dalam kegiatan ini menghadirkan Kepala Sub Bagian Hukum, Staf (I Nengah Sudata, Nyoman Twina Oka, Anak Agung Gde Agung Wisnu) untuk sebagai peserta seminar. (sbghkm/skrtkpuklk)